Lembaga Survey, Ilustrasi Gambar bersumber dari google image dan di desain oleh team Blognateya.com |
Setiap calon kepala daerah biasanya membutuhkan layanan lembaga survei untuk mengukur tingkat elektabilitas mereka, mulai dari awal kampanye hingga mendekati pemungutan suara. Proses ini memerlukan dana yang tidak kecil, yaitu antara 100 hingga 150 juta rupiah per survei, tergantung daerahnya. Bahkan, menurut beberapa penelitian, calon kepala daerah umumnya membutuhkan lima kali survei dalam satu perhelatan Pilkada untuk memantau perkembangan elektabilitasnya. Artinya, biaya survei dapat mencapai miliaran rupiah dalam satu kali Pilkada.
Proses survei itu sendiri tidak mudah dan memerlukan mobilisasi tenaga yang banyak. "Biaya survei ini termasuk biaya operasional, seperti ongkos surveyor yang turun ke lapangan untuk mewawancarai responden," ujar seorang ahli. Setiap surveyor biasanya diberikan tugas di desa tertentu, dengan biaya yang cukup besar mengingat cakupan wilayah dan banyaknya responden yang harus dijangkau.
Namun, di DKI Jakarta, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) telah membatasi pengeluaran dana kampanye, termasuk untuk survei dan konsultasi politik. KPUD Jakarta mengatur bahwa pasangan calon hanya diperbolehkan mengeluarkan dana kampanye maksimal 3 miliar rupiah. Kebijakan ini memaksa calon kepala daerah di Jakarta untuk berpikir ulang sebelum melakukan survei secara berkala.
Meski demikian, bisnis lembaga survei tetap tumbuh pesat setiap kali Pilkada tiba. Dengan besarnya biaya survei yang dikeluarkan para calon, keberadaan lembaga survei tampaknya masih menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam setiap kompetisi politik di Indonesia.
Sumber Informasi: Dilansir dari channel youtube CNN Indonesia, kalian bisa lihat di sini https://youtu.be/J0rFpozg7kw?si=tmRo6JrTy0iBXLT- dan di kembangkan oleh chatgpt ai.
Posting Komentar untuk "Survei Pilkada, Bisnis Menggiurkan di Balik Pemilihan Kepala Daerah"