Piagam Madinah dan Pelajaran Politik Inklusif Nabi Muhammad SAW untuk Demokrasi Modern

Demokrat Dizaman Rasulullah SAW.
Ilustrasi Gambar bersumber dari google image dan di desain by blognateya.com

BLOGNATEYA.COM - Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang tidak hanya dikenal sebagai pemimpin spiritual, tetapi juga sebagai pemimpin politik yang bijaksana dan adil. Salah satu warisan politiknya yang paling monumental adalah Piagam Madinah. Piagam ini merupakan bukti nyata bahwa Nabi Muhammad memimpin Madinah dengan prinsip-prinsip demokratis yang melampaui zamannya, dan tetap relevan hingga kini.

Piagam Madinah adalah konstitusi yang dibentuk oleh Nabi Muhammad ketika beliau menjadi pemimpin di Madinah. Ini adalah salah satu dokumen tertua yang mengatur kehidupan bersama dalam sebuah masyarakat majemuk, tanpa memandang suku, agama, atau identitas lainnya. Nabi melihat setiap orang di Madinah dalam perspektif kewargaan, bukan berdasarkan identitas agama atau sukunya. Selama mereka bersedia hidup damai, saling menghormati, dan toleran, mereka akan dilindungi. Ini adalah contoh nyata dari politik yang berorientasi pada rahmatan lil alamin, rahmat bagi semesta alam, tanpa adanya bias identitas.

Nabi Muhammad dipilih sebagai pemimpin Madinah bukan semata-mata karena beliau adalah seorang nabi, tetapi karena beliau diakui sebagai sosok yang terpercaya, Al-Amin, oleh semua orang di Madinah. Ini menunjukkan bahwa kepemimpinan yang didasarkan pada integritas dan kepercayaan jauh lebih penting daripada identitas agama atau suku.

Sebagai pemimpin, Nabi Muhammad mengikuti prinsip-prinsip yang tertuang dalam Al-Qur'an, terutama dalam mengelola perdebatan dan perselisihan. Al-Qur'an menganjurkan untuk berdebat dengan cara yang baik, bahkan terbaik (Ahsan). Perdebatan yang baik menurut Al-Qur'an adalah yang berbasis pada kompetensi, ilmu, berorientasi mencari kebenaran, bukan kemenangan, dan dilakukan dengan etika serta akhlak yang agung.

Contoh konkret dari kebijaksanaan Nabi Muhammad dalam menyelesaikan konflik adalah ketika terjadi perselisihan tentang siapa yang berhak mengembalikan Hajar Aswad ke tempatnya di Ka'bah. Nabi dengan cerdik menyelesaikan masalah ini dengan cara yang elegan dan damai, memberikan kesempatan kepada semua pihak yang berselisih untuk berkontribusi bersama-sama dalam memindahkan Hajar Aswad. Ini adalah contoh bagaimana kepemimpinan yang inklusif dan damai dapat menyelesaikan konflik yang potensial berdarah.

Dalam konteks politik modern, tugas utama politik adalah membangun bangsa, dan dasar dari pembangunan bangsa adalah persatuan. Politik identitas, yang memecah belah masyarakat berdasarkan identitas, sangat bertentangan dengan prinsip dasar ini. Kita telah melihat sendiri bagaimana politik identitas dapat menyebabkan polarisasi yang merusak, bahkan hingga memecah belah hubungan sosial yang paling dasar, seperti pernikahan.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menolak politik identitas dan berkomitmen untuk tidak menjadikannya sebagai alat propaganda dalam setiap pesta demokrasi. Pesta demokrasi seharusnya bukan menjadi ajang kontes identitas, tetapi kontes visi dan gagasan. Kita harus memilih pemimpin berdasarkan visinya untuk kemajuan bangsa, bukan karena identitas atau jumlah pengikutnya. Al-Qur'an sendiri mengingatkan bahwa banyaknya pengikut tanpa visi yang jelas tidak ada artinya.

Dalam memilih pemimpin, kita harus berpihak pada nilai, bukan sosok. Sosok bisa berubah, tetapi nilai-nilai yang baik harus tetap kita pegang teguh. Jika seorang calon pemimpin memiliki visi yang sesuai dengan cita-cita bangsa, kita harus mendukungnya. Namun, jika dia menyimpang dari visinya, kita harus siap mengkritiknya. Dengan demikian, kita tidak akan pernah kalah dalam politik, karena kita selalu berada di pihak nilai-nilai yang benar.

Penting juga bagi kita untuk memperkuat kedaulatan dalam berpolitik, budaya, dan agama. Dalam menyampaikan ide-ide kita, kita harus beretika, rasional, dan berani menyampaikan gagasan yang positif. Jangan takut pada kritik atau ketidaksukaan, karena perbaikan sering kali menghadapi penolakan. Seperti yang dikatakan Nabi Muhammad, sebaik-baik manusia adalah yang memperbaiki manusia lain. Keberpihakan kita pada nilai-nilai yang benar akan membuat kita tetap teguh, meskipun menghadapi tantangan.

Akhirnya, pemilu adalah momen penting yang akan menentukan nasib bangsa untuk lima tahun ke depan. Oleh karena itu, kita harus berkontribusi dengan penuh tanggung jawab. Pilihlah pemimpin dengan riset yang matang, dan jangan hanya berdasarkan popularitas atau identitas. Libatkan Tuhan dalam proses pemilihan, agar pilihan kita diberkahi dan berada di jalur yang benar.

Mari kita bersama-sama menciptakan pemilu yang damai, adil, dan menghasilkan pemimpin yang benar-benar layak memimpin Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. (RG)

Sumber informasi : Dilansir dari Channel youtube @DamailahRI dengan link videonya adalah https://youtu.be/gvO6m0de_sY?si=ZD6hHnv8Z_hauHhK bersama Habib Jafar. Kemudian kami sajikan dlam bentuk artikel yang dibantu oleh chatgptai.

Posting Komentar untuk "Piagam Madinah dan Pelajaran Politik Inklusif Nabi Muhammad SAW untuk Demokrasi Modern"